Rabu, 07 Juli 2010

MA’RIFATULLOH

.


A.TABEL (MA’RIFATULLOH)


B. MENGENAL ALLOH

“Siapakah Alloh…?” Mungkin pertanyaan ini terkesan seperti kekanak-kanakan, tapi justru disinilah banyak sekali ummat Islam bangsa Indonesia yang belum memahaminya. Kita dapat menjawab pertanyaan tersebut melalui ayat-ayat “Qauliyah” yakni Al Quran dan ayat-ayat “kauniyyah” yakni bukti-bukti keberadaan alam semesta beserta segala isinya. Baiklah kita mulai dari ayat-ayat Qauliyah (Al Quran), yang jelas banyak sekali yang menerangkan Alloh melalui “sifat-sifat-Nya”, salah satu contohnya adalah Alloh yang Maha Pengasih (Ar Rohman). Alloh memiliki sifat Ar Rohman (Maha Pengasih) sebagaimana dalam QS. Ar Rohman (55) ayat 1-3.

“(Alloh) yang Maha Pengasih. Dia telah mengajarkan Al Quran. Dia telah menciptakan manusia”. (QS. Ar Rohman[55]:1-3)

“Apa buktinya Alloh Maha Pengasih…?” Buktinya Dia telah mengajarkan Al Quran dan Dia juga menciptakan manusia. Al Quran sebagai “ilmu dari Alloh” yang diajarkan kepada manusia sebagai ciptaan-Nya. Jadi jelas sekali selain Ar Rohman, Alloh juga mempunyai sifat Al ‘Alim (Maha Mengetahui/ Berilmu) dan mempunyai asmaul husna Al Kholiq (Maha Pencipta) yang menciptakan manusia (al insan) dan kejadian-kejadian (al akwan) di alam semesta ini (‘alamin)

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqoroh[2]:29)

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia”. (QS. Al Baqoroh[2]:117).

Ya, itulah Alloh yang telah mengajarkan atau memberikan ilmunya (Al ‘Alim) yakni Al Quran kepada manusia sebagai “bekal” untuk mengelola alam semesta ini (‘Alamin).

Kalau begitu, Apa status dan kedudukan Alloh bagi Manusia? Dengan keberadaan Alloh seperti itu (Ar Rohman, Al ‘alim, Al Kholiq) maka manusia wajib “memposisikan” Alloh sebagai Robb, Malik dan Ilah.

“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Robb kamu, Malik yang mempunyai kerajaan. tidak ada Ilah selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (QS. Az Zumar[39]:6)

C. STATUS DAN KEDUDUKAN ALLOH BAGI MANUSIA

1) Alloh Sebagai Robb

“Segala puji bagi Allah, Robb (pengatur) semesta alam’. (QS. Al Fatihah[1]:2)

“Katakanlah: “Aku berlidung kepada Robb (yang memelihara dan menguasai) manusia.. (QS. An Naas[114]:1)

Kata Robb bermakna pengatur atau pemelihara artinya Alloh lah yang memelihara/ mengatur alam semesta ini dan manusia. Robb juga dapat bermakna pendidik, pembina atau penata. Jika kita mengakui Alloh sebagai Robb berarti kita siap diatur oleh Alloh. Dengan apa Alloh mengaturnya? tentunya dengan aturan-Nya (Rububiyyah-Nya) yakni Al Quran. Ya, Al Quran sebagai rububiyyatulloh (aturan Alloh) bagi manusia dan alam semesta ini.

Mengapa Alloh harus dijadikan Robb bagi manusia? Karena Alloh lah Yang Maha Pencipta (QS. 25:2), Pemberi Rizki (QS. 51:57-58), Yang Memiliki (QS. 2:284)

Jadi aplikasi dari mengakui ALLAH SEBAGAI ROBB maka kita harus mewujudkan Rububiyyah (aturan/ perundangan) Alloh, konkritnya adalah hukum dengan cara tunduk (taslim) pada hukum tersebut. Kalau memang kita meyakini Alloh sebagai Robb (Pengatur), bukankah seharusnya Alloh juga “diposisikan” Raja (Malik) sebagai bukti siap diatur oleh Alloh. Inilah jalan (shirot) untuk menuju tatanan kehidupan yang benar (Dinul Haq) yakni Dinul Islam.

Sudahkah saat ini Al Quran dijadikan hukum, ”cahaya yang akan menerangi” bagi kehidupan bangsa Indonesia? Tentunya belum, hal ini terbukti dengan masih eksisnya Pancasila sebagai ideologi Negara RI.

Inilah gambaran “cahaya (nur)” Alloh yang akan menerangi seluruh alam semesta ini:

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nur [24]:35)


2) Alloh sebagai Malik

Raja di hari Pembalasan”. (QS. Al Fatihah[1]:4)

Raja manusia”. (QS. An Naas[114}:2)

Kata Malik bermakna Raja artinya Alloh lah sebagai Raja manusia dan Raja di hari pembalasan karena Dia lah yang memiliki kerajaan langit dan bumi.

“Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.” (QS. Al Baqoroh[2]:107)

Jika kita mengakui Alloh sebagai Malik berarti kita harus menjadikan-Nya seorang Raja. Memang mana kerajaan (Mulkiyyah) Alloh? Kerajaan Alloh adalah langit dan bumi dan segala apa yang ada diantara keduanya (QS. 2:107, 3:189, 5:17)

“…kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Maidah[5]:17)

Ya, Kita yang hidup dan tinggal dibumi ini sudah sepatutnya harus menjadikan Alloh sebagai Raja. Dia lah yang memimpin/ melindungi (QS. 7:196), pembuat hukum (QS. 12:40) dan yang memerintah (QS. 7:54).

Kita yang tinggal di Indonesia yang merupakan wilayah/ negeri (daar) dari bagian bumi ini sudah seharusnya dipimpin, diperintah dan diberlakukan hukum dari Alloh sebagai Raja di Kerajaan Bumi ini.

Jadi aplikasi dari mengakui ALLAH SEBAGAI MALIK maka kita harus mewujudkan MULKIYYAH (kerajaan) Alloh, konkritnya adalah Daar (wilayah/ negeri) yang berdasarkan hukum Alloh sebagai bukti ketaatan kepada sang Raja. Kalau memang kita meyakini Alloh sebagai Malik, bukankah seharusnya Alloh juga “diposisikan” Ilah (pengabdian) sebagai bukti penghambaan kepada sang Raja. Inilah jalan (sabil) untuk menuju kekuasaaan Islam sehingga Dinul Islam ini dapat tegak diatas din yang lain.

Sudahkah negeri Indonesia ini yang merupakan “rumah” bagi kehidupan kita diatur oleh “sang Raja Langit dan Bumi”…? tentunya belum, karena saat ini yang lagi berkuasa adalah RI yang memberlakukan pancasila.

Inilah gambaran “buyut (rumah-rumah)” yang diizinkan Alloh:

“Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”. (QS. An Nuur[24]:36)

3) Alloh sebagai Ma’bud/ Ilah

“hanya kepada Engkaulah kami mengabdi/ menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. (QS. Al Fatihah[1]:5)

Ilah manusia (QS. An Naas[114]:3)

Kata ma’bud bermakna yang diibadati/ diabdi (disembah), sedangkan ilah bermakna merasa tenang, berlindung, merindukan dan mencintainya. Jika kita mengakui Alloh sebagai Ma’bud/ Ilah maka berarti kita harus loyal (QS. 5:55), taat (QS. 4:59) dan tunduk (QS. 32:15).

Jadi aplikasi dari mengakui Alloh sebagai Ma’bud/ Ilah maka eksisnya adalah memiliki ‘ubudiyyah/ uluhiyyah kongkritnya adalah Jama’ah/ ummat dengan realisasi loyal, tunduk dan taat kepada-Nya. Inilah jalan (thoriq) untuk menuju kepada pengabdian dan loyalitas yang benar (Dinul Haq) yakni Dinul Islam.

Sudahka saat ini mayoritas ummat Islam bangsa Indonesia menjadi para pengabdi Alloh…? Tentunya belum, karena sebagian besar ummat Islam bangsa Indonesia dilalaikan oleh perhiasan dunia.

Inilah gambaran orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perhiasan dunia.

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sholat, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”. (QS. An Nuur [24]:37)

Itulah 3 jalan (shirot, sabil, thoriq) sebagai SARANA (WASILAH) bagi orang beriman yang ingin meningkatkan ketaqwaan nya disisi Alloh. Dan sarana itu hanya ada dalam DINUL ISLAM.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al Maidah[5]:35)

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al Hujurot[49]:13)

Sesungguhnya Din (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali Imron[3]:85)

Barangsiapa mencari Din selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (din itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi“. (QS. Ali Imron[3]:85)

4) Alloh memiliki Asma Wa Shifat

Setelah memahami bahwa Alloh itu sebagai Robb, Malik dan Ilah bagi kita maka selanjutnya adalah mengenal sifat-sifat-Nya. Sifat-sifat Alloh tentunya sudah pada mafhum semua.

“ Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Hadid[57]:3)

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Tunggal. Allah adalah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlash[112]:1-4)

Selain itu Alloh juga mempunyai 99 nama-nama yang baik (Asmaul husna). Untuk itu janganlah kita menyebut-Nya dengan sebutan yang menyimpang dari kebenaran seperti sebutan ya Alloh ya Tuhan, Oh my God . Biasakanlah menyebut Alloh dengan benar seperti Ya Alloh Ya Robb, Ya Alloh Ya Ghoffar, Ya Alloh Ya Rozzaq.

Allah memiliki asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raff[7]:180)

D. STATUS DAN KEDUDUKAN MANUSIA DIHADAPAN ALLOH

Jika Alloh sebagai Robb, Malik dan Ilah bagi manusia lalu apa status dan kedudukan manusia dihadapan Alloh? Status dan kedudukan manusia dihadapan Alloh adalah sebagai Kholifah (pemimpin) dimuka bumi yang mengemban amanat Alloh yakni membawa Al Quran sebagai Petunjuk dan menegakkan Dinul Islam. Inilah suatu pengabdian (ibadah) manusia kepada Alloh.

“Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Alloh berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqoroh[2]:30)

“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat[51]:56)

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.” (QS. Al Ahzab[33]:72)

Untuk itulah Alloh mengutus Rosul-Nya dengan membawa huda (Al Quran) dan Dinul Haq (Dinul Islam/ System Islam) agar tegak diatas Din/ system yang lain.

“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan Dinul Haq untuk dimenangkan-Nya atas segala Din, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai”. (QS. At Taubah[9]:33)

Jika kita memahaminya sebenarnya kholifah dan rosul mempunyai tugas yang sama yakni membawa Huda dan Dinul Haq untuk di izharkan diatas din yang lain. Inilah suatu ketetapan (syari’at) dari Alloh .

Itulah drama “Perjalanan Kehidupan Dunia” untuk menuju perjalanan kehidupan akhirat. Alloh sebagai “pembuat skenario” telah membuat cerita skenarionya” yang termaktub dalam Al Quran untuk diperankan oleh manusia selaku “aktor/ aktris” di dunia ini sebagai tempat syutingnya. Untuk itulah Alloh mengutus para Rosul-Nya sebagai sutradara” yang akan memberikan arahan kepada manusia sesuai petunjuk . Bahkan sang sutradara nya (Rosul) pun ikut berperan langsung sebagai aktor dalam drama penegakkan Dinul Islam” demi suksesnya risalah ilahi ini.

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang din apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah din dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik din yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS. 42:13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar